Yah ini dia berita yang ditunggu-tunggu oleh traveler. Bukan gosip bukan isu, DPR RI mengesahkan RUU perubahan ke-4 atau UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). UU ini menekankan bahwa wajib pajak yang telah mempunyai NPWP, dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri mulai 1 Januari 2009.Search This Blog
Monday, January 12, 2009
Mulai 2009 Pemegang NPWP Bebas Fiskal
Yah ini dia berita yang ditunggu-tunggu oleh traveler. Bukan gosip bukan isu, DPR RI mengesahkan RUU perubahan ke-4 atau UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). UU ini menekankan bahwa wajib pajak yang telah mempunyai NPWP, dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri mulai 1 Januari 2009.Saturday, January 10, 2009
Perbedaan Pendidikan Jerman dengan Indonesia
Sebenarnya banyak sekali perbedaan antara pendidikan di Jerman dengan Indonesia. Dari sisi sistem saja, pendidikan itu sudah berbeda. Di Jerman, jenjang pendidikan Pra Perguruan Tinggi itu hanya ada 2 macam, yaitu pendidikan dasar (Grundschule) dan pendidikan lanjutan (Gymnasium, Realschule, atau Berufschule). Kalau di Indonesia, pendidikan Pra Perguruan Tinggi ada 3 macam, yaitu SD-SMP-SMA. Dari sisi waktu juga berbeda, di Indonesia memerlukan waktu 12 tahun (normal) sebelum ke jenjang Perguruan Tinggi, sedangkan di Jerman butuh waktu 13 tahun. Tulisan tentang Sistem Pendidikan Jerman dapat anda baca di SINI.Yang ingin saya bahas bukan masalah “teknis” pendidikan seperti di atas. Saya tertarik dengan tulisan I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan.
Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat hadiah “the best xxxx dalam lomba sains”, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. 
Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia. Orang Indonesia cenderung memiliki kebiasaan “pintar kumpul dengan pintar” dan “kaya kumpul dengan kaya”.
Melihat kondisi di atas, membuat saya tersenyum. Saya yakin kualitas pendidikan Indonesia bisa meningkat drastis. Syarat utama hanya 2 macam, pemeratan pendidikan dan penghargaan terhadap prestasi pendidikan. Itu saja. Bila kedua syarat terpenuhi, saya yakin semakin banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi pada ajang internasional dan semua anak-anak Indonesia bisa masuk ke bangku sekolah. Semoga.