Search This Blog

Sunday, May 18, 2008

Karnaval der kultur '08

Karnaval der kultur adalah karnaval kebudayaan yang tahun 2008 ini berlangsung di kota Berlin dari Tgl 9 Mei sampai 12 Mei.....di ikuti partisipan dari berbagai bangsa atau setidaknya menggambarkan kebudayaan yang mewakili berbagai bangsa meliputi lebih dari 100 kelompok penampilan. Setiap hari karnaval ini berlangsung dari pkl. 12.30 s/d 20.00. Barisan karnaval berlangsung dari daerah Herman Str. dan menyusuri berbagai jalan hingga berahir di daerah "mana gitu"...lupa deh aku.

Siang itu aku nonton nih karnaval bareng ama temen ku Ina dan Allan. Kami memilih nonton didaerah Maringdamm. Kami sampe di Maringdam sekitar jam 15 sore.....udah mulai sore sih....tapi asal tau aja, minta ampun deh ternyata sengatan matahari sore itu lumayan menyengat.....hehehe jadi ingat jakarta pas jam 12 siang gitu deh. memang bulan Mei sudah masuk Spring sih dan secara keseluruhan cuaca sih enak gitu....suhu rata berkisar 16 -18 derajat.
Cuma malaemnya mulai bergeser....kalo bulan desember jam 4 sudah mulai gelap sekarang jam 8 malem masih terang. Nah jam tiga itu rupanya matahari menyengat lumayan terik...sampe-sempe pas pulang baru naydar kalo kulitku jadi belang gitu.

Cukup lama menanti...karena ronbongan karnaval ternyata belum nyampe lokasi tempat kami berdiri.....sementara penonton udah berjubel sepanjang jalan. Nah setelah menanti beberapa saat ahirnya yang kita tunggu2 muncul juga. Pawai didahului oleh barisan yang mengusung kebudayaan Mexico.....cukup besar rombongan mereka....sampe 3 rombongan yang menampilkan berbagai atraksi dan pakaian warna-warni yang amat menarik.


(wah si bapak...mesra amat tuh....panas2 masih sempet cium patnernya ditengah keramaian gini)


Rombongan berikutnya dari serbia




(Lihat deh tuh orang2 yg tak sadar akan diambil sama setan.. hehehe.. zum spaß /just kidding)

Panasnya matahari tak menghalang niat tuk ngambil foto.. sumpah bener2 panazzz..!! hehehe...

Rombongan selanjutnya nih ga tau dari daerah mana.. soalnya kadang mereka ga ngasih tau dari daerah mana cuma temanya mereka aja.. hohoho...yang penting seru lah.


Ada yang bawa ban segala, mengambarkan dia tuh pasukan antivirus yang siap memberantas dengan cara melindas habis segala jenis virus......asal jangan virus cinta aja deh....hahaha, yha pokoknya sekreativ mungkin merekalah..



Nah robongan yg ke4 nih 100% aku tau dari mana asalnya walau cuma ditulis temanya aja....
rombongan ini dari Indonesia dengan tema tahun ini "Suara2 nakal" (maksudnya suara dari gendang2 dan gamelan bali gitu)....mereka menari-nari dengan riang gembira...ada yang berlagak kaya sedang nari kecak dan lain lain. Yah menurutku lumayan lah dibanding tahun lalu,katanya tema dari Indonesia lebih ngga jelas lg.. temanya "kacau balau" kali.... hehe..


Hanya tahun ini sayang banget deh, karena partisipan yang ikut karnaval itu ternyata semuanya bule abis gitu...ga ada orang Indonesia yang ikut....kita orang Indonesia yang nonton jadi kecewa gitu rasanya...karena mereka menari dan memainkan musik Bali itu kurang pas gitu...terlihat ga profesional ....(tapi buat bule2 yng nonton asik aja kali yah.....yang penting semanngat dan rame).
.. hehehe.. yha emang susah sih ngumpulin student2 Indo.. yha pada sibuk (kali ye) & yg pastinya cape banget kalo ikut karnaval ini.... mereka keliling tiap hari, selama 3hari dari jam 12.30 - 20.00.. ckckck...


(Nih Rombongan penabuh gamelan bali...lagi beraksi).

Rombongan2 yang berikutnya banyak yang aku ngga tau dari mana asalnya.. tapi seru2 semua deh.... ^_^



Rombongan berikut ini mereka bertemakan "money"...mereka mengangkat tema hal2 yang bersifat materi gitu dengan diiringi lagu yang bertema uang juga, isinya kurang lebih gini nih: "money.. money.. money.. u'r make me happy"...hehehe
yha kira2 gitu lah textnya..



Sebenernya sih masih banyak bgt rombongan karnaval2 yang lainnya.....
tp maklum lah, karna cuaca yg tak mendukung alias panazznya bukan main jd dari 100an perwakilan negara kita cuman sanggup nonton 30an lah kurang lebih.....,trotzdem haben wir shon viel spaß gemacht (meski begitu Qt dah seneng kok..) ^_^.. smoga Indonesia taun depan bisa ikut dengan mengusung tema yang lebih baik & menang gitu sekali2.. ^_^

Monday, May 12, 2008

Belajar dari Film Kungfu Panda

Po, si Panda jantan, yang sehari-hari bekerja di toko mie ayahnya, memiliki impian untuk menjadi seorang pendekar Kung Fu. Tak disangka, dalam suatu kompetisi, Po dinobatkan sebagai Pendekar Naga yang dinanti-nantikan kehadirannya untuk melindungi desa dari balas dendam Tai Lung.

Saat menonton film animasi ini, kita seperti diingatkan tentang beberapa hal:



1. The secret to be special is you have to believe you're special.



Po hampir putus asa karena tidak mampu memecahkan rahasia Kitab Naga, yang hanya berupa lembaran kosong. Wejangan dari ayahnya-lah yang akhirnya membuatnya kembali bersemangat dan memandang positif dirinya sendiri.

Kalau kita berpikir diri kita adalah spesial, unik dan berharga, kita pun akan punya daya dorong untuk melakukan hal-hal yang spesial. Kita akan bisa, kalau kita berpikir kita bisa. Seperti kata Master Oogway, "You just need to believe"

2. Teruslah kejar impianmu.

Po, panda gemuk yang untuk bergerak saja susah, pada akhirnya bisa menguasai ilmu Kung Fu.

Berapa banyak dari kita yang akhirnya menyerah, gagal mencapai impian karena terhalang oleh pikiran negatif diri kita sendiri? Seperti kata Master Oogway, Yesterday is history, tomorrow is a mystery, but today is a gift. That is why it is called the present.
Kemarin adalah sejarah, esok adalah misteri, saat ini adalah anugerah, makanya disebut hadiah (gift = present).

Jangan biarkan diri kita dihalangi oleh kegagalan masa lalu dan ketakutan masa depan. Ayo berjuanglah di masa sekarang yang telah dianugerahkan Tuhan padamu.


3. Kamu tidak akan bisa mengembangkan orang lain, sebelum kamu percaya dengan kemampuan orang itu, dan kemampuan dirimu sendiri.

Pada awalnya Master Shi Fu ogah-ogahan melatih Po. Ia memandang Po tidak berbakat. Kalaupun Po bisa, mana mungkin ia melatih Po dalam waktu sekejap. Tapi kondisi ini berbalik seratus delapan puluh derajat, setelah Shi Fu diyakinkan Master Oogway -gurunya- bahwa Po sungguh-sungguh adalah Pendekar Naga dan Shi Fu-lah satu-satunya orang yang mampu melatihnya.

Sebagai guru atau orang tua, hal yang paling harus dihindari adalah memberi label bahwa anak ini tidak punya peluang untuk berubah. Sangatlah mudah bagi kita untuk menganggap orang lain tidak punya masa depan. Kesulitan juga sering kali membuat kita kehilangan percaya diri, bahwa kita masih mampu untuk membimbing mereka.

4. Tiap individu belajar dengan caranya sendiri dan motivasinya sendiri.


Shi Fu akhirnya menemukan bahwa Po baru termotivasi dan bisa mengeluarkan semua kemampuannya bila terkait dengan makanan. Po tidak bisa menjalani latihan yang sama seperti 5 murid jagoannya yang lainnya.

Demikian juga dengan setiap anak. Kita ingat ada 3 gaya belajar yang kombinasi ketiganya membuat setiap orang punya gaya belajar yang unik. Hal yang menjadi motivasi tiap orang juga berbeda-beda. Ketika kita memaksakan keseragaman proses belajar, dipastikan akan ada anak-anak yang dirugikan.

5. Kebanggaan berlebihan atas anak / murid / diri sendiri bisa membutakan mata kita tentang kondisi sebenarnya, bahkan bisa membawa mereka ke arah yang salah.

Master Shi Fu sangat menyayangi Tai Lung, seekor macan tutul, murid pertamanya, yang ia asuh sejak bayi. Ia membentuk Tai Lung sedemikian rupa agar sesuai dengan harapannya. Memberikan impian bahwa Tai Lung akan menjadi Pendekar Naga yang mewarisi ilmu tertinggi. Sayangnya Shi Fu tidak melihat sisi jahat dari Tai Lung dan harus membayar mahal, bahkan nyaris kehilangan nyawanya.


Seringkali kita memiliki image yang keliru tentang diri sendiri / anak / murid kita. Parahnya, ada pula yang dengan sengaja mempertebal tembok kebohongan ini dengan hanya mau mendengar informasi dan konfirmasi dari orang-orang tertentu. Baru-baru ini saya bertemu seorang ibu yang selama 14 tahun masih sibuk membohongi diri bahwa anaknya tidak autis. Ia lebih senang berkonsultasi dengan orang yang tidak ahli di bidang autistik. Mendeskreditkan pandangan ahli-ahli di bidang autistik. Dengan sengaja memilih terapis yang tidak kompeten, agar bisa disetir sesuai keinginannya. Akibatnya proses terapi 11 tahun tidak membuahkan hasil yang signifikan. Ketika kita punya image yang keliru, kita akan melangkah ke arah yang keliru.

6. Hidup memang penuh kepahitan, tapi jangan biarkan kepahitan tinggal dalam hatimu.


Setelah dikhianati oleh Tai Lung, Shi Fu tidak pernah lagi menunjukkan kebanggaan dan kasih sayang pada murid-muridnya.

Sisi terburuk dari kepahitan adalah kita tidak bisa merasakan kasih sayang dan tidak bisa berbagi kasih sayang.

7.Keluarga sangatlah penting.

Di saat merasa terpuruk, Po disambut hangat oleh sang ayah. Berkat ayahnya pula Po dapat memecahkan rahasia Kitab Naga dan menjadi Pendekar nomor satu. Sudahkah kita memberi dukungan pada anggota keluarga kita?


Friday, May 9, 2008

The Cupola St Peter's Climb

It's been hard trying to find some time to sit down, take a few deep breaths and write something worth reading!

This story comes to you from Rome - well, The Vatican, which is where my family and I travelled to for a few nights on November 2005. We had a truly amazing time at this City.
In the third day, we finaly visit Vatican with the St Peter's Basilica as it's center.


Now, before you first enter St Peter's Basilica you have to pay a toll. The price varied....a small amount if you intended walking up 325 steps to the top of the dome, and a larger amount if you wanted to take the elevator instead. Naturally, we opted for the elevator.
take the elevator up and we can see the dome above us, the people down below, all the beautiful sculptures and paintings..... absolutely breathtaking in every possible way.




Anyway, we're done taking photos and we've all managed to start breathing normally again (when I said breathtaking, I meant it!), and my brother suddenly notices this sign saying "Cupola" and an arrow pointing towards a short flight of stairs. "If we go up those stairs we'll be on top of the dome and we can take some pretty awesome pictures from there of the whole of Rome," he exclaimed.

It was a bright idea, and it seemed a short flight of stairs, and so we started climbing up, a couple of guys slightly ahead of us.
The short flight of stairs rapidly ends and we come to a very tightly spiralling staircase. I'm starting to feel a bit dubious about this now, but my brother and parents push on, and so up I go too. Round and round and round it went, and the way it was built, you couldn't tell if there was an end to it, or there were just more stairs awaiting you. I overtook my parents and brother and still kept plodding on, hopeful that the end was near. Little did we know that this was just the beginning!
Up and up and up we went. We started perspiring, and my parents aren't exactly young. My legs started aching like crazy....and I must tell you that at this time of year, the temperatures were over 40C!


I called up to the guys ahead, "Excuse me....hey, are we nearing the end?"
"No speak English," one called back.
"Sh-"I started, about to curse, then stopped as I remembered where I was!
On and on we plodded. My parents had dropped back far behind and it was just my brother and I braving the storm. What felt like a 100 steps later, we had reached this platform that slanted pretty heavily to the right. I at once breathed a sigh of relief, thinking we were at the top and promptly sat down while my bro took out some photos from a barred window. Then we look further up and notice yet another spiral staircase! Oh no!!!
At this point, I was incredibly thirsty, hot, and my legs were killing me. There's no way I could climb anymore stairs! I wished I had joined a gym before I came here, I remember thinking!
So I was preparing to go back downstairs and look for my parents, when this officer comes up and gives me a stern look.
"Where are you going?" he asks.
"Uh, back down," I reply. "I can't climb anymore stairs!"
"No," he replied. "You need to go up. There is no way down here. There is not enough space for you to go down while a lot of people are coming up! Move on please."
I couldn't believe it! We found out later, my parents sat on the stairs until the officer allowed them to go back down.

Anyway, deciding not to complain, my bro and I continued on our trudge up the stairs.
This time it was 10 times worse.....the walls got narrower and narrower, the stairs got steeper and steeper, the winding got tighter and tighter and the slanting got more and more pronounced, all of this making you feel very giddy and claustrophobic....and still there was no end!!!


It suddenly dawned on me....as it should have ages ago...these were the 325 steps they were talking about!!! I was going to walk 325 steps or die trying! The latter certainly appealed to me especially from the lack of oxygen being delivered to my brain! I also thought, if this wasn't a ploy for restoration of faith, nothing else could be!
And then, just when you thought it couldn't get any worse....it did. The spirals twisted and formed the tiniest, narrowest set of stairs I'd ever seen.....so dangerously so that there was a thick long rope hanging down the centre for you to grip onto and help pull yourself up!
At this point I gave up. There was NO way I was gonna go up those stairs like a very unfit tarzan...especially if there were hundreds more to follow! So I just plonked myself on the stairs, doomed forever. My brother continued on quite mercilessly, ignoring the fact I had given up on ever getting out alive.
The guy behind me told me, fairly politely, to go on up, but I refused and probably took on the appearance of a gargoyle whose sleep had just been disturbed. He gave a scared look, jumped over me and continued.


I put my head down, saying silent goodbyes, when I was prodded quite rudely. I looked up, and the guy who had jumped over me was hovering around me like a worried hen. He gave a reassuring smile.
"It's ok," he said in broken english. "The end is near."
I thought he meant I was going to die soon and wondered if I really looked that bad, and then I realised he was talking about the flight of stairs.


My little angel then helped me up that rope (and yes, it was the worst impression of tarzan you've ever seen!), and then we reached the top......and I totally forgot about the stairs, the pain, the claustrophobia, the nausea, the lack of oxygen...everything....it was like being in a different land...in a totally different world. I felt like climbing on the railing and screaming at the top of my lungs "I'm the Queen of the World!!!"
There were a few others up there...those who had successfully mastered that climb, including my brother, all just standing there in silence....drinking in the beauty of the sky, the clouds, and the tremendous view.


I don't know how long we stood there for, but suddenly, the officer was standing before us and asking us to go towards the exit.
It was a long long climb down....nothing like the climb up....but ya know what, even though I'd never ever do The Cupola Climb again, it was so worth it and the sights I saw will remain with me for the rest of my life.

Second Chances

Sometimes you have to think,
Pull up a chair, have a drink.
Sure there has been the bad,
It started off great and then turned sad.

But through the bad there has been a light
forever in your mind, growing bright.
You're happier now than you were before,
But that's probably because you knew when to say, "No more".

Time has passed and you feel like you know it all,
You feel you know if and when you're going to fall.
But maybe you don't know everything,
You could easily go back to the days of Cry, not Sing.

But, I repeat, time has passed,
Personality seems to have changed compared to what you saw last.
Hours and days been spent saying "sorry" and "I love you".
In terms of second chances, would that do?

You know when you have had to be tough,
You know when you have had to say, "Enough is enough"
You know if you say "come back" and it all goes wrong,
Can you honestly say you're going to be as strong?

I know, I say again, time has passed,
The image has changed to what you noticed last.
But is it all just a facade? Do you really have a clue?
Can you really forgive and forget....second chances...

...is that what you'd do?

Angels


A few days ago I was due to meet a friend of mine at Place X. I was busy shopping at Place A and decided to get a bus that stops at Place X. I checked the bus timetables and finally clambered onto a bus that apparently stopped right outside Place X. Perfect. I'm usually clueless about a lot of things, but I was sure of this. So sure that I didn't bother to double check the destination with the bus driver. Figures, eh?

Anyway, I was sitting in the bus, had my nice coat on with my best boots and a whole load of shopping in my hands. The idea of uneaten chocolate in one of those bags pre-occupied my mind for some time before I decided to look out the window and realised that I should have reached Destination X a few minutes ago. The scenery outside had changed and it didn’t look particularly friendly or inviting anymore. I figured that I would wait a few more minutes just incase the bus driver had made a wrong turn and was trying to get back on track again. A few moments later things didn’t seem to be improving. In fact the scenery was deteriorating by the second. I approached the driver and asked him when he would be getting to Place X.

Driver: “Place X, baby?”

Me: “Yes, this bus does go to Place X, right?”

Driver: “Oh, right….Place X…”

Me: “Ummm, yes….from the looks of things we seemed to have driven past it without my knowing.”

Driver: “Oh, baby, I never drove near Place X.”

Me: “Excuse me?”

Driver: “Diversions, baby…we totally bypassed Place X. We’re in Place R at the moment, quite a distance away from where you want to go.”

I was getting very worried at this point – so worried that I didn’t even realize that he was calling me “baby” every other sentence, which usually ticks me off. Place R is one of the areas you don’t go to alone, or you sure as Hell wouldn’t want to go to on your own.

There was one other person with me on this bus and he looked like he fit in just perfect with Place R. The bus driver seemed to sense my discomfort and smiled encouragingly.

Driver: “I can’t be of much help to you, baby, other than to suggest that you get off at the next stop, cross the road and wait for Bus AR to take you to Place X.”

Me: “Can you just not drop me off at a station, or a hotel or some place I can catch a taxi?”

Driver (whooping with laughter): “A Station? Hotel? Taxi? In this place? Baby, you are one comedian!”

I didn’t feel like a comedian. I felt more like a funeral director, and an unsuccessful funeral director at that. I wearily went back to my seat, where across from me the other passenger was glaring at me. I thought about taking out my mobile to text my friend and letting her know about my predicament, but with the glares I was getting from The Nutter I squashed that thought instead.

The bus stopped with a jolt, and the bus driver turned around with a grin. “There you go, baby,” he yelled, “Cross this road and wait at that bus stop near that demolished house.”

It looked like Satan’s playground out there.


I sucked in a breath, put on my tough look (which didn’t look one bit convincing) and hopped out, scuttling across the road to the other side. The Nutter leapt out of the bus, gave a bit of a yawn and a stretch, and sauntered slowly across the road towards me. I believe I screamed inside my head a few times, and yet tried to look nonchalant on the outside. I tried to think positive thoughts while the Nutter approached me with a smirk on his face.

“Well,” I thought, “If you’re gonna die, might as well have your best clothes on….maybe I could ask him if I could have one last bite of chocolate before the bitter end.”

I turned my back on the Nutter and frantically looked up the road, but there wasn’t a single bus, car, bicycle, tram, plane in sight. Totally deserted. A solitary dog sat a few feet away from me, looking at me with deep soulful eyes. I heard a few mumbles behind me and then rapid footsteps heading my way. I closed my eyes and waited for the worst.

Someone grabbed my arm and I let out a squeal and turned around, my fists up in the air, ready to (I suppose) beat the crap out of the Nutter (yeah right).

Lo and behold, there was a little old lady clutching my sleeve, looking most surprised at my reaction. The Nutter, a few steps away, had stopped in his tracks and stood staring at us.

Little Old Lady: “I’m sorry, dearie, did I startle you?”

Me: “Oh, oh….I daresay you did….let me catch my breath!”

Little Old Lady: “Now, now, you mustn’t be frightened. I was in the shop next door. I came to meet my sweet little boy right here and noticed you standing on your own. Not a nice place for a young lady like yourself to be at, is it? ”

The Nutter – her “sweet little boy”? Mike Tyson would have run away screaming in fear if he saw him!

Me: “No, I took the wrong bus. The driver has told me which bus to wait for.”

Little Old Lady: “Well now, my boy and I will gladly wait with you until the bus shows up, won’t we Al?”

Al grunted and shuffled his feet, which I presumed meant yes.

And that darling little old lady, and her son (not quite such a Nutter anymore, and infact a sweet person indeed) waited in the bitter cold until my bus trundled up and I had safely hopped on. I couldn’t thank them enough (the chocolate I had bought and decided to give to them certainly wasn’t enough) and on the journey back to Place X and a very impatient friend, I couldn’t help but think that, whatever else anyone may say or think, there really is a God out there, and those were two of His Angels.

Thursday, May 8, 2008

Kungfu Panda: Everybody Was Kung Fu Fighting


"Kung Fu Panda," an occasionally delightful animated comedy with roots in traditional kung fu movies, is a case in point. Audiences all over the world have marveled at the skills of such martial arts stars as Bruce Lee and Jet Li and marveled and laughed at the amazing antics of Jackie Chan. But those fellows, however athletic, have been limited, more or less, by the realities of the physical world. "Kung Fu Panda" is not.

"Kung Fu Panda" is the biggest release, and it really is good fun. It's joined at multiple locations by the wreck that is "You Don't Mess with the Zohan" and the surprisingly effective comedy "The Foot Fist Way," which looks pretty small in this company.

Tuesday, May 6, 2008

Dresden

Ini catatan perjalanan lama yang baru sempet ku tulis sekarang.

Kami (Papa, Mama, Aku), pergi ke Dresden Di antar Om ku Benny, Tante Sandra, dan kedua putrinya yang cantik2 Chiara dan Cecilia. kami berngkat ke Dresden Hari Sabtu pagi tgl. 20 Oktober 2007. Menggunakan dua mobil, satu dikemudikan Om Benny berisi papaku dan Cecilia, dan mobil satunya dikemudikan Tante Sandra berisi mamaku, aku dan Chiara. Sebenarnya kalo di Jakarta kita cukup pake satu mobil aja sih karena mobilnya tuh cukup buat 4 orang dewasa dan 3 orang anak, tapi karena Tante kawatir sama ketentuan lalulintas di Jerman jadinya yah kita berangkat dng 2 mobil.
(DRESDEN, Pemandangan dari tepi Sungai Elbe)

Perjalanan dari kota Berlin ke Dresden ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam, padahal letaknya 165 km. maklum jalan di negara Jerman mulus-mulussss semua kayak jalan Tol, tapi ga perlu bayar kaya di Indonesia. Singkat cerita kami tiba di Dresden sekitar pkl. 1 siang. Dan kami langsung menuju centrumnya dng dipandu GPS biar ga tersesat. Kota Dresden ternyata sangat indah. Setelah berputar putar sejenak mencari tempat parkir, ahirnya dapet juga tempat parkir dibawah tanah. Daerah centrumnya dikelilingi dengan bangunan-bangunan tua yang indah, salah satunya yaitu bangunan yg di Augustusstrasse.
(Lagi mejeng dengan latar belakang Artist jalanan yang lagi ngamen)

Tempat pertama yng kami kunjungi adalah gereja Frauenkirche yng sudah direnovasi. Gereja ini pernah dihancurkan pada saat perang dunia ke 2 dan selesai direnovasi pada tahun 2005
(Om Benny, Tante dan kedua adik Cantikku didepan Frauenkirche di Dresden)

Setelah itu kita berjalan melingkar di pusat kotanya, liat2 sambil foto2.....mama sempet mampir beli souvenir disalah satu toko disitu...Ia beli Mock up nya Gereja Frauenkirche dan beberapa item lainnya buat oleh2 gurunya Joshua adikku.....sayang kali ini Joshua ga ikut karena di Jakarta dia pas Ulangan tengah semester.


(SEMPER OPERA HOUSE di DRESDEN)

Dari toko sovenir kami melanjutkan berjalan kaki menuju tepi sungai Elbe,.....pas lewatin pasar kaget gitu....berhenti sejenak buat beli Bratwust ..itu lho Sosis Jerman yang sizenya Guede-gede...hehehe.....nyam-nyam wah sedap euy....hehehe mana harganya murah lagi Roti berisi Sosis harganya 1,5 Euro. ditepi Sungai Elbe ada gedung Opera Semper dengan plaza nya yang indah.
(enak Om Bratwust nya.....jadi pengen nih...hehehe)
Setelah cape keliling keliling ...ga kerasa hari udah sore banget.....dan karena cape kita putuskan untuk menginap di Dresden. setelah muter muter ahirnya kami menginap di hotel IBIS di pusat kota. Hotelnya lumayan besar, terdiri dari 3 bangunan bertingkat, dan kami mendapat kamar Suite terdiri dari 2 kamar.....yah lumayan lah.
(Mama, Papa dan aQ )

Setelah beristirahat sejenak dan mandi, malamnya kami jalan keluar cari makan....muter2 bingung ahirnya pilih restoran china yg cukup besar......Papa sama Om Benny sebelum makan pesen dulu Bir...kata papa pengen rasain birnya Jerman...hehehe....kita yang lain pesen softdrink. Setelah puas makan dan ngobrol ngalor ngidul tak terasa udah jam 10 malem.....mata mulai terasa ngantuk...dasar penyakit kalo habis makan kenyang langsung ngantuk, hahahahaha. ya udah langsung balik ke hotel. Saking kecapeannya Cecilia sampai tertidur di restorant dan harus digendong sama papa balik ke kamar hotel. Begitu sampai hotel kita semua bergelimpangan dan molor sampe pagi.

Pentingnya Mindset Dalam Mengejar Beasiswa

Oleh: Togap Siagian

Mindset: A fixed mental attitude or disposition that predetermines a person’s responses to and interpretations of situations.


Perburuan saya mencari beasiswa dimulai setelah saya bekerja di sebuah perusahaan tambang asing di timur Indonesia. Saya ingat beasiswa pertama yang saya coba adalah beasiswa dari Australia, yaitu The Australian Development Program. Hanya bermodal keinginan kuat dan kepercayaan diri yang terlalu tinggi, saya mengirimkan lamaran saya tanpa dilengkapi beberapa dokumen yang diperlukan. Itu pengalaman pertama saya, dan hasilnya bisa diramalkan: gagal.

Percobaan kedua, beasiswa Chevening Award dari negara Inggris yang menjadi sasaran saya. Seingat saya, salah satu persyaratan beasiswa ini adalah menulis esai. Dokumen dokumen yang diperlukan sudah saya peroleh. Tetapi untuk urusan esai, wah, saya benar-benar cuek. Esainya saya tulis seadanya tanpa memperdulikan isi tulisan, struktur, dan lain-lain. Hasilnya lagi-lagi bisa diramalkan: gagal deuy!

Yang ketiga dan, syukurlah, yang terakhir saya mencoba beasiswa Fulbright dari negara Amerika Serikat. Untuk yang terakhir ini, persiapan saya jauh lebih matang. Pertama, selama sebulan penuh saya belajar mengerjakan soal-soal ujian TOEFL. (In case kamu bertanya, saya menggunakan buku terbitan Barron’s). Teman-teman yang mengunjungi rumah tempat saya tinggal bisa melihat bagaimana setiap malam saya sibuk berkutat dengan buku tersebut. Saya membuat target untuk menyelesaikan sepuluh soal setiap malamnya. Bukan hanya saya kerjakan sambil lalu, tapi saya pastikan setiap kali saya mempunyai masalah, saya mendapatkan penjelasan yang baik.

Kedua, sekali ini, saya bela-belain bolak-balik Jakarta Bandung hanya untuk mendapatkan surat rekomendasi dari dua orang dosen yang cukup saya kenal. Benar, yang diminta hanya satu surat rekomendasi. Tapi kali ini, saya tidak mau membuat kesalahan. Saya pastikan saya mendapatkan surat rekomendasi dari kedua dosen saya tersebut.

Ketiga, saya benar-benar belajar untuk menulis esai. Saya luangkan waktu saya beberapa jam di Internet hanya untuk mencari contoh-contoh esai yang baik. Selain dari pelatihan menulis laporan yang saya terima di tempat saya bekerja, saya tidak punya pengalaman lain dalam menulis. Karena itu, saya berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya. Berkali-kali saya meminjam buku-buku di perpustakaan yang saya pikir bisa memberikan pencerahan buat saya dalam menulis esai. Majalah-majalah asing, seperti Time, Newsweek, dan Fortune, saya “lahap” hanya untuk mengerti bagaimana sebuah tulisan menjadi menarik untuk dibaca hingga selesai.

Hasilnya tidak sia-sia. Sekali ini, saya berhasil. AMINEF memanggil saya untuk mengikuti wawancara di Jayapura. Dan akhirnya, saya berhak menyandang gelar “Fulbright Scholar” di tahun 2000. (Tidak terasa ternyata sudah 7 tahun berlalu!)

Semua hal tersebut seolah-olah saya rasakan kembali ketika beberapa waktu lalu saya dan teman-teman moderator milis beasiswa mendapat kesempatan untuk berbagi informasi dan cerita di salah satu universitas di Jakarta. Tapi kilas balik tersebut saya rasakan bukan karena seseorang menceritakan perjuangannya mencari beasiswa. Justru itu saya rasakan karena pertanyaan yang, bagi saya, nadanya sedikit pesimis dari salah seorang peserta acara seminar tersebut.

Pertanyaannya simpel,”Apakah dengan IPK saya yang hanya sedikit di atas 3,00 saya bisa mendapatkan beasiswa?”. Pertanyaan tersebut seolah-olah menggambarkan kalau dengan IPK yang pas-pasan tersebut, tidak ada lagi harapan bagi si penanya. Seolah-olah IPK adalah harga mati yang membuat seseorang tidak bisa (atau bisa) mendapatkan beasiswa. Cepat saya menjawab,”Saya juga IPK-nya segitu kok”. Ya, benar. Walaupun harus malu mengakuinya, IPK S1 saya cuma 3,0x (x nya isi sendiri). Kenyataannya, saya mendapatkan beasiswa tersebut. Kenyataannya, di tahun 2002 saya kembali ke Indonesia sebagai Fulbright Scholar dan ditambah embel-embel MBA.

Jawaban saya ternyata tidak memuaskan penanyanya. Sekali lagi dia maju dan berkomentar, “Mas Togap kan kerja di PT XXX. Jadi ya wajar dong kalau dapet beasiswa tersebut. PT XXX itu kan salah satu penyumbang untuk beasiswa itu!”. Oh well, memang benar saya saat itu tercatat sebagai karyawan di PT XXX. Juga benar, kalau saat itu PT XXX adalah salah satu penyumbang untuk beasiswa Fulbright. Tapi terus terang saja, sekalipun saya tidak pernah berpikir kalau itulah yang menjadi alasan saya mendapatkan beasiswa itu!

Komentar dan pertanyaan yang seperti ini terasa agak menyedihkan buat saya. Karena komentar dan pertanyaan itu lebih terasa menghakimi diri sendiri buat penanyanya daripada menginginkan diskusi. Saya merasa kalau penanyanya dengan menanyakan hal itu justru mencari justifikasi buat ketidakmampuannya untuk mendapatkan beasiswa. Bahkan sebelum dia mencoba, dia sudah berpikir dan “merasakan” kalau dia tidak akan mendapatkan beasiswa tersebut.

Kenyataannya, walaupun belum pernah melakukan survey, saya yakin ada banyak orang Indonesia yang berhasil mendapatkan beasiswa walaupun hanya dengan IPK yang cukupan. Bahkan di milis beasiswa, saya ingat pernah membaca cerita tentang seseorang yang mendapatkan beasiswa dengan IPK kepala 2 alias 2,xx! Isn’t it something?

Saya yakin semua ini hanyalah masalah mindset atawa cara pandang. Mindset-lah yang menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu hal.

Dalam buku Mindset, Carol Dweck PhD menjelaskan bahwa di dunia ini terdapat dua tipe manusia. Tipe pertama, adalah orang-orang yang mempunyai mindset berkembang. Manusia dengan tipe ini melihat semua kesempatan sebagai proses untuk mengembangkan diri. Manusia tipe ini juga percaya bahwa mereka dapat mencapai segala sesuatu dengan memfokuskan usaha mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Tipe kedua, adalah tipe mindset tetap. Manusia dengan tipe ini percaya bahwa kemampuan mereka adalah hasil dari bakat. Mereka percaya bahwa bakatlah yang membawa mereka pada keberhasilan. Karena yang diperlukan hanya bakat, yang nota bene dibawa dari lahir, mereka percaya bahwa usaha tidak diperlukan untuk mendapatkan pencapaian yang mereka inginkan. Dengan bakat yang mereka miliki, dengan sendirinya mereka akan memperoleh hasil. Tapi di sisi lain, tanpa bakat, mereka percaya mereka tidak mungkin mencapai hasil tertentu. Karena itu, orang-orang dengan mindset tetap percaya kalau mereka tidak perlu berusaha (make an effort). Bahkan, bagi mereka, usaha adalah sesuatu yang perlu dihindari. Karena semuanya datang karena bakat, tentu saja tidak ada pentingnya berusaha. Berusaha justru menunjukkan kalau seseorang tidak mempunyai bakat. Dan karenanya bagi mereka, orang yang melakukan sesuatu dengan usaha yang keras sesungguhnya adalah orang yang gagal.

Bagi manusia mindset tetap kegagalan adalah sesuatu yang harus dihindari. Berbeda dengan manusia mindset berkembang, yang menganggap kegagalan adalah satu pengalaman penting untuk belajar kembali. Dari satu kegagalan, kita harus belajar untuk keberhasilan di waktu yang lain. Menarik bahwa konsep neuro-linguistic programming (NLP) mempunyai satu asumsi awal (presupposition) yang sama. Yaitu bahwa kegagalan adalah suatu feedback. There is no failure, only feedback.

Cara pandang mindset berkembang ini memberikan kemerdekaan bagi penganutnya. Mereka merdeka dalam arti kegagalan tidak lagi membelenggu jiwa mereka. Kegagalan justru membebaskan, karena lewat kegagalan mereka memperoleh pembelajaran (learning). Dan, in the end, pembelajaran membawa keberhasilan.

Kembali ke masalah IPK dan beasiswa, bagi manusia dengan mindset berkembang, IPK hanyalah satu faktor dalam mendapatkan beasiswa. Buat mereka, jika IPK sudah keburu hancur, mereka akan mencari faktor lain yang akan menolong mereka mendapatkan beasiswa itu. Dalam salah satu email saya di milis beasiswa, saya pernah tuliskan bahwa selain IPK, banyak hal lain yang bisa memberikan nilai tambah dalam mendapatkan beasiswa. Misalnya, karir yang bagus seperti ditunjukkan dalam surat rekomendasi dari atasan. Keberhasilan lain dalam masyarakat juga bisa ditonjolkan dan menjadi faktor penentu dalam mendapatkan beasiswa. Buat yang senang riset, mungkin yang dilakukannya adalah mencari topik riset yang memberinya kesempatan lebih untuk mendapatkan beasiswa. Buannyakk lagi cara yang bisa dilakukan. Seorang anggota milis beasiswa pernah bercerita kalau dia berhasil memenangkan beasiswa di usahanya yang kelima setelah dia berpindah kerja dari sebuah perusahaan swasta ke LSM! Jadi banyak hal yang bisa dilakukan.

Untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri pun, bukan hanya lewat beasiswa. Member milis beasiswa, Lina, sukses melanjutkan kuliah di Jerman setelah selama setahun bekerja sebagai au-pair. Tugasnya mengawasi anak-anak keluarga tempatnya bekerja. Member yang lain sukses kuliah di Amerika Serikat dengan sistem kamikaze. Artinya, nyemplung dulu ke negara Paman Sam tersebut, dan kemudian berusaha mencari tambahan duit dan beasiswa di sana. (Ternyata beneran buuaanyyakk cara yang bisa dilakukan, kan?)

Perlu dicatat, bahwa orang dengan mindset tetap pun banyak yang memperoleh keberhasilan. John McEnroe, seorang petenis yang terkenal di tahun 80-an, adalah contoh manusia dengan mindset tetap. Tapi dengan segala keberhasilannya, John juga dikenal sebagai pemain tenis yang pemarah dan suka menyalahkan faktor lain di luar dirinya saat harus menerima kekalahan. Menurut Carol Dweck, John McEnroe is a very good example of a person with fixed mindset.

Pada akhirnya, menjadi seseorang dengan mindset tetap atau mindset berkembang (growth mindset) adalah perkara mau memilih yang mana. Anda yang telah mempunyai mindset berkembang, bersyukurlah. Selama Anda mau berusaha, kesuksesan bersama Anda. Sedangkan Anda yang mempunyai mindset tetap, ingatlah bahwa Anda mempunyai pilihan untuk menjadi seseorang yang ber-mindset berkembang. Selama Anda merasa nyaman dengan mindset tetap Anda, it’s fine. Tapi Anda tahu bahwa Anda selalu dapat berubah (dengan latihan) untuk menjadi manusia ber-mindset berkembang.

Klik di sini untuk membaca artikel singkat tentang penelitian Prof. Carol Dweck.

Tetap Termotivasi Walau banyak Kendala

“The ancestor of every action is a thought.”
— Ralph Waldo Emerson


Aku menyebut diri ku sebagai penulis pemula, karena emang lagi mulai belajar nulis. Berkat tulis-menulis aku punya nuklir motivasi yang meledak pada saat dibutuhkan ketika menulis ( hmm meledaknya di kepala ku sendiri loh).

"Hidup ini penuh rintangan", sering banget kita dengar kalimat tersebut. Bukan hidup saja yang penuh rintangan, motivasi itu sendiri punya banyak rintangan. Jika boleh aku berpendapat bahwa ada beberapa rintangan yang perlu diwaspadai agar motivasi tidak padam yaitu; pertama usia, kedua orang terdekat atau keluarga, ketiga lingkungan dan keempat diri anda sendiri.

Pertama, faktor usia: pernah suatu hari aku chatting dengan seorang temen OL, ia bertanya berapa umur ku; lalu pura2 aku katakan kalau usiaku sudah 39 tahun lebih. Lalu ia berkata, “ wah Mbak, tahu tidak usia saya baru 28 tahun”. Saya tafsirkan ucapannya ketika itu bahwa ia menganggap aku ini udah tua dan ia masih muda. Kemudian, aku jawab “ Life is begin at forty.

Bisa saja anggapan seorang yang berusia 20-an menganggap usia 30-an sudah tua dan bisa saja anak usia belasan menanggap orang yang berusia 20-an sebagai orang yang lebih tua. So what?

Bicara soal usia dan soal motivasi memang ada korelasinya, pernah disebutkan dalam istilah HR (kepegawaian) ada tipe “dead horse” artinya SDM yang sudah menjelang usia pensiun dan latar belakang pendidikan rendah dan kebijakan perusahaan biasanya tidak akan pernah mengirim “dead horse “ untuk mengikuti training atau pelatihan dari perusahaan yang biasanya diadakan bekerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi. Bahkan ada seorang motivator beken; Jim Rohn menulis artikel judulnya "Dont send your Ducks to Eagle School”, ia beranggapan lebih baik merekrut pegawai baru yang sudah punya motivasi daripada memberi motivasi. Aku tidak sependapat dengannya, sebab semua manusia bisa diberi motivasi asal punya kesempatan dan diperlakukan "equal".


Jaman sekarang berbeda, kecenderungan sekarang justru orang yang lebih tua usianya yang lebih termotivasi untuk awet muda, untuk hidup lebih lama. Bisa dilihat sepintas produk-produk obat awet muda laris di pasaran dalam negeri, bahkan di mancanegara. Padahal kalau mau jujur obat awet muda sebetulnya datang dari dalam diri , salah satunya banyak saja senyum akan awet muda dan juga senyum merupakan sedekah. Mengkonsumsi minyak zaitun asli sesendok tiap hari menurut pakar kesehatan obat awet muda, minum teh juga obat awet muda.

Banyak contoh orang yang sudah gaek masih kuat: presiden negara yang menjajah tanah Palestina, baru saja dilantik beberapa hari yang lalu sudah sangat gaek. Pemimpin Cuba Fidel Castro, masih tetap hidup. Orang tertua di dunia pemecah record dunia bisa mencapai usia lebih dari 110 tahun. Di Amerika ada nenek gaek usia 90 tahun masih nyetir mobil. Jadi jumlah usia bukan alasan untuk tidak perlu motivasi.

Kedua, keluarga atau orang terdekat bisa menjadi rintangan. Ortu complain, adikku rewel dan sebgainya. Semangat menulis dan motivasi untuk menulis harus menghadapi komentar-komentar orang terdekat yang terkadang jika kita tidak kuat mental bisa goyah. Justru dengan kendala ini seharusnyalah aku lebih terpacu agar membuktikan pada mereka bahwa saya mampu menjadi penulis dan bisa mentraktir makan keluarga hasil dari tulisan.

Ketiga, faktor lingkungan; waktu yang terbatas, faktor ekonomi antara lain kenaikan biaya hidup, situasi dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung dalam hal ini bisa saja lingkungan baru terkena bencana alam, kondisi politik yang tidak stabil, ada perang, ada kerusuhan, dll. Akibat bencana tsunami dan gempa di Yogya, memberi inspirasi seniman untuk lebih kreatif dan mengadakan pentas menggalang dana bantuan bagi para korban. Banyak blogger asal Iraq muncul sejak pecah perang Iraq yang memberi info langsung bagaimana sebenarnya yang terjadi disana. Hal ini menunjukkan motivasi mereka tidak padam walau dalam kondisi sesulit apapun.

Keempat, diri anda sendiri; “ ahh enggak mood nulis hari ini atau saya lagi enggak mood nih pergi ke seminar, paling sama aja ikut seminar apa enggak nanti juga bisa baca makalahnya”. Itu salah satu contoh rintangan yang datang dari diri sendiri. Contoh lainnya bisa anda renungkan masing-masing dan jangan pernah redup motivasi dalam diri anda.

Ada faktor lain yang saya abaikan yaitu faktor masyarakat, teman, atau kenalan bisa jadi penghambat motivasi, tetapi faktor ini bukan hal yang signifikan sebab dengan mudah kita dapat abaikan. Ingat pepatah Betawi “ Terserah deh ape katenye nyee, yang penting aye sek bodo’ teing”.

Brain Aware

"There are only two things you can do with time -- spend it or invest it. If you spend it, consider it gone forever. When invested, it creates a lifetime residual."

— James Arthur Ray

"There is no reality; only perception "

Pernah menonton sirkus atau atraksi senam yang menampilkan kelenturan tubuh pesenam atau pemain sirkus. Apa yang dapat kita ambil dari kelenturan tubuh adalah sikap kita yang juga harus bisa seperti pegas.

Hukum pegas adalah semakin ditekan dia akan akan semakin melejit. Lihat juga ketika anak-anak bermain lompat-lompatan di kasur pegas, semakin anak kuat menekan pegas maka semakin melenting dia keatas.

Seorang manusia yang bahagia biasanya mempunyai karakter yang lentur, lenting dan tahan bantingan. Tidak masalah berapa banyak dia mengalami hal-hal yang mengecewakan dan gagal. Misalnya wirausahawan yang bangkrut, orang tua bercerai, kemalingan, kehabisan uang, pelajar yang mendapat nilai jelek ataupun seorang kandidat pempimpin yang kalah dalam pemilu. Semua individu pasti pernah mengalami peristiwa yang dianggap buruk atau sial.

Jika aku boleh berpendapat masyarakat Indonesia termasuk golongan yang sangat lenting, sangat kuat daya tahannya terhadap situasi dan kondisi apa pun. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga penjajahan Jepang; rakyat disiksa, tanam paksa, menghadapi embargo pendidikan oleh penjajah dan kekejaman perang lainnya

Kemudian era kemerdekaan rakyat masih terus harus berjuang mengisi kemerdekaannya. Zaman orde lama, orde baru, reformasi dan kini kembali ke trend orde baru lagi. Rakyat masih tetap tegar dan bahkan rela berkorban walau nyawa sekalipun tantangannya. Rakyat Indonesia mati bukan karena bunuh diri. Hanya sedikit sekali statistic angka bunuh diri di Indonesia. Tidak seperti yang terjadi di negara maju dan negara lainnya, karena tidak tahan menghadapi ujian hidup mereka bunuh diri. Apalagi kini krisis sudah ekonomi sudah mulai menjalar dari Amerika menjalar ke Eropa dan Asia. Sedangkan Afrika memang sudah krisis sejak dahulu.

Harga minyak sudah mencapai harga $120 per barrel, harga emas sudah $800 per troyounce (333,34 gram). Harga beras juga melangit, harga kebutuhan pokok hidup lainnya melonjak naik tajam.

Pada umumnya rakyat jelata yang lebih tahan banting, yang paling lentur terhadap situasi krisis. Seharusnya belajar manejemen krisis dari rakyat jelata, para petani dan buruh kasar, pekerja sektor informal.

Masa-masa krisis saat ini merupakan masa ujian bagi kita semua. Jika kita melihat peristiwa yang kita alami sebagai ketidak-beruntungan, maka yang masuk dalam otak dan pikiran kita adalah hal yang negatif. Tidak saya sarankan jika tertimpa musibah langsung menjadi stress. Namun mulailah biasakan mengontrol diri dengan cara bijaksana.

Cara bijkasana jika aku boleh ungkapkan adalah bersyukurlah setiap hari, bisa dengan cara menulis atau menginvetarisir hal-hal apa saja yang membuat hati Anda senang. Sikapilah peristiwa yang dianggap buruk sebagai kejadian yang akan hikmahnya. Hikmah mengandung arti bahwa ada sesuatu yang baik dibalik hal itu. Dalam konsep spiritual biasa disebut sebagai ujian. Ingat dalam kitab suci disebutkan manusia diciptakan untuk diuji.

Otak dan pikiran manusia yang ditimbulkannya setiap saat adalah berisi persepsi, tidak ada hal yang nyata (realitas) di dunia ini. Jika menurut Anda sesuatu hal itu buruk atau pembawa sial maka itu akan terjadi sesuai persepsi kita, kenyataannya belum tentu benar atau absolut.

Dalam teori sosiologi disebutkan fakta sosial sebagai sui generic, artinya masyarakat, kelompok, individu memandang sesuatu berdasarkan kesepakatan dari sudut pandang mereka. Misalnya; mogok kerja dianggap sikap patriotik di sebagian kelompok masyarakat kaum pekerja. Sebaliknya kelompok masyarakat lain menganggap mogok kerja merupakan hal yang merugikan. Seorang pekerja pernah mengatakan satu hari mogok kerja maka gaji sebesar 60 euro akan dipotong oleh perusahaan tempat dia bekerja. Namun karena solidaritas yang tinggi dalam serikat pekerja di seluruh sektor di German. Maka setiap diadakan hari mogok kerja, maka seluruh pekerja akan turut mogok dan tidak seorang pun yang masuk kerja.

Otak memegang peranan utama aktifitas setiap manusia. Sama halnya dengan DNA maka otak manusia juga tidak ada yang sama strukturnya. Menurut seorang profesor dari Universitas terkenal di Berlin, "otak manusia harus dirawat dan dijaga baik-baik agar dapat menghasilkan pikiran cerdas dan positif".

Tiga rahasia agar otak kita cerdas adalah:
1. Memakan makanan yang sesuai untuk perkembangan otak. Misalnya, makanan yang banyak mengandung antioxidant ( buah-buahan), omega3 (telur, ikan dll). Hindari lemak yang berlebihan.
2. Olah raga otak. Otak juga butuh olah raga dengan cara mengisi TTS, rekreasi dan tentu saja berbagai jenis olah raga lainnya.
3. Tidur yang cukup.

Professor tersebut menyatakan bahwa sebagian besar manusia beraktifitas di siang hari, sehingga malam hari haruslah digunakan sebagai waktu tidur. Walau pun kita tertidur namun sel-sel otak tetap bekerja. Jika tiga hal tersebut Anda lakukan, maka Anda akan selamat dari penyakit sering lupa. Tapi bukan lupanya para politisi loh yang ketika pemilu sering banget berjanji muluk-muluk setinggi langit tapi ketika sudah terpilih dia lupa pada janji. Lupanya politisi memang disengaja, hehehe.

Monday, May 5, 2008

Cara Cepat Menyusun Skripsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar “lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi”.

Saya juga sering mendapat kiriman pertanyaan tentang bagaimana menyusun skripsi dengan baik dan benar. Ada juga beberapa yang menanyakan masalah teknis tertentu dengan skripsinya. Karena keterbatasan waktu, lebih baik saya jawab saja secara berjamaah di sini. Sekalian supaya bisa disimak oleh audiens yang lain.

Karena target pembacanya cukup luas dan tidak spesifik, maka tulisan ini akan lebih memaparkan tentang konsep dan prinsip dasar. Tulisan ini tidak akan menjelaskan terlalu jauh tentang aspek teknis skripsi/penelitian. Jadi, jangan menanyakan soal cara menyiasati internal validity, tips meningkatakan response rate, cara-cara dalam pengujian statistik, bagaimana melakukan interpretasi hasil, dan seterusnya. Itu adalah tugas pembimbing Anda. Bukan tugas saya.

Apa itu Skripsi

Saya yakin (hampir) semua orang sudah tahu apa itu skripsi. Seperti sudah dituliskan di atas, skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum “berhak” untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal.

Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah “belajar meneliti”.

Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.

Miskonsepsi tentang Skripsi

Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya “ditujukan” untuk mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada mahasiswa yang di atas rata-rata.

Masalah yang juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory.

Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi, tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain.

Hal-hal yang Perlu Dilakukan

Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.

Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.

Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.

Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang “bertugas” membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, “mengejar” untuk bimbingan, dan seterusnya.

Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat “ketidakpastian” tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.

Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa “pihak ketiga” yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.

Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?

Tahap-tahap Persiapan

Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan “ditarik” masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.

Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.

Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.

Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.

Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah “hafal di luar kepala” sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.

Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.

Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara “baku”. Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

Kiat Memilih Dosen Pembimbing

Dosen pembimbing (academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang “benar-benar membimbing” skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing Anda dengan “melepas” dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi.

Tiap universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini. Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja lebih “enak” kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi Anda.

Lalu, bagaimana memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat?

Secara garis besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) dosen senior, dan (2) dosen junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya, dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master, dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus.

Tentu saja, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami kesulitan sebagai berikut:

  • Proses bimbingan cukup sulit, karena umumnya dosen senior sangat perfeksionis.
  • Anda akan kesulitan untuk bertemu muka karena umumnya dosen senior memiliki jam terbang tinggi dan jadwal yang sangat padat.

Tapi, keuntungannya:

  • Kualitas skripsi Anda, secara umum, akan lebih memukau daripada rekan Anda.
  • Anda akan “tertolong” saat ujian skripsi/pendadaran, karena dosen penguji lain (yang kemungkinan masih junior/baru bergelar master) akan merasa sungkan untuk “membantai” Anda.
  • Dalam beberapa kasus, bisa dipastikan Anda akan mendapat nilai A.

Sebaliknya, kalau Anda memilih dosen pembimbing junior, maka Anda akan lebih mudah selama proses bimbingan. Dosen Anda akan mudah dijumpai di lingkungan kampus karena jam terbangnya belum terlalu tinggi. Dosen muda umumnya juga tidak “jaim” dan “sok” kepada mahasiswanya.

Tapi, kerugiannya, Anda akan benar-benar “sendirian” ketika menghadapi ujian skripsi. Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa dipastikan Anda akan “dihajar” cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda.

Jadi, hati-hati juga dalam memilih dosen pembimbing.

Format Skripsi yang Benar

Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.

Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.

Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.

Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.

Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.

Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.

Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).

Beberapa Kesalahan Pemula

Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.

Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.

Bab I: Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)

Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.

Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.

Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.

Menghadapi Ujian Skripsi

Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah “konfirmasi” atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Pasca Ujian Skripsi

Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.

Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?

Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini.

Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.

Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?